Burung Hantu Solusi Atasi Hama Tikus Di Lahan Petani

Pemantaatan burung hantu sebagai pembasmi hama tikus dinilai cukup efektif guna meningkatkan sesuai Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, penerapan terkait hama terpadu, salah satunya terkait tikus. Dr. Ir. Suwandi, M.Si menjelaskan bahwa prinsip penerapan undang-undang ini adalah upaya untuk melakukan pencegahan yang dinilai lebih baik dari pada pengobatan, kedua dilakukan secara terpadu, ketiga mengutamakan bahan-bahan yang ramah dalam arti menggunakan bahan-bahan alami baik secara teknis maupun biologi, terkait penggunaan bahan kimia  sintesis yang berbahaya dijadikan pilihan terakhir. Dr. Ir. Suwandi, M.Si menghimbau untuk tidak menggunakan listrik dalam pengendalian hama

Dr. Ir. Suwandi, M.Si dan tim telah mengupayakan pengendalian hama tikus, membuat mapping, kemudian melakukan Langkah-langkah sistematis baik solusi jangka pendek, menengah dan panjang yang harus dilakukan dan didahului dengan pengamatan perkembangan pertanaman terkait hama penyakit. Terkait dengan tikus, pertama dilakukan adalah dengan menjaga sanitasi kebersihan, kedua penggunaan sekat plastik guna mencegah pergerakan tikus, ketiga menggunakan metode “Mbah Yoso” yaitu ramuan bahan sekitar untuk pengendalian tikus yang efeknya bisa ke kematian pada hewan tikus, tikus menjadi mandul ataupun kerusakan organ pada tikus.

Dr. Ir. Moh, Ismail Wahab, M.Si menyampaikan mengenai konservasi burung hantu, kendalikan tikus sawah. Berdasarkan catatan tahun 2023, tikus menempati posisi dua teratas untuk serangan terhadap padi di Indonesia, tikus sangat merugikan di lapangan sehingga perlu dilakukan pola pengendalian yang serentak agar hama tikus bisa terkendali. Terkait pesebaran hama tikus di Indonesia, terlihat bahwa hama tikus merata hampir di seluruh provinsi di Indonesia, misal di provinsi Jawa Barat mencapai 12.479 ha. Jika dilihat dari data keadaan serngan tikus pada tahun 2023, tercatat paling tinggi berada di Jawa Barat (12.479 ha), Sulawesi Selatan (6.428 ha), Sulawesi Tenggara (5.727 ha), Jawa Tengah (4.399 ha) dan Sumatera Barat (3.214 ha). Tren tahun 2023 serangan tikus banyak di bulan Januari, Februari, Juli dan Agustus, yang ditandai dengan pola tanam. Sebagai contoh, pada bulan Januari pola tanam meningkat yang berkolerasi tepat dengan kondisi ketersediaan air yang cukup tinggi.

Kebijakan perlindungan tanaman pangan mengacu kepada prinsip pengendalian hama terpadu, diantaranya adalah budidaya tanaman sehat, pengamatan rutin, pemanfaatan musuh alami, petani sebagai ahli PHT. Seperti yang telah disampaikan Dr. Ir. Suwandi, M.Si terkait pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) dengan sistem PHT, teknologi ramah lingkungan, penggunaan produk kimia sebagai Langkah terakhir dan sasaran pengamanan produksi. Pengendalian tikus sawah dapat dilakukan setidaknya empat Teknik, pertama dengan kultur teknis, kedua menggunakan fisik mekanik, ketiga menggunakan bahan kimiawi dan terakhir yang sedang di bahas adalah penggunaan musuh alami atau dalam hal ini biologi atau bisa disebut hayati.

Bapak Budiyanto menjelaskan terkait kondisi yang berada di Desa Gentanbanaran Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah serangan hama tikus dalam beberapa dekade selalu terjadi di setiap musimnya, hal ini menunjukkan bahwa perlunya perhatian khusus dalam mengatasi serangan hama di Desa Gentanbanaran. Serangan OPT dapat mengakibatkan kerugian pada tanaman pertanian, termasuk tanaman pangan. Tikus berkembang biak dengan sangat cepat dan harus dikelola untuk mengurangi kehilangan hasil akibat kerugian yang disebabkan oleh tikus. Berbagai upaya  dilakukan untuk mengendalikan hewan pengerat ini, seperti gropyokan, sanitasi lingkungan, pembuatan kompos, pemberian umpan beracun, pemasangan pagar vinil, perangkap dan tanaman perangkap, pemasangan jaring, serta penggunaan musuh alami hewan pengerat tikus tersebar luas.

Burung hantu (Tyto alba) merupakan salah satu jenis predator hama tikus, khususnya tikus sawah. Saat ini sudah banyak dilakukan konservasi burung hantu dengan pemasangan rumah burung hantu di area persawahan, dengan ini didapatkan dua keuntungan, pertama dapat melestarikan burung hantu dari kepunahan kedua dapat menjadi musuh alami yang paling efektif guna membasmi tikus sawah baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Bapak Budiyanto menjelaskan kronologi usulan dan perencanaan pembuatan RUBUHA ke APBDes. Diawali oleh ketua kelompok tani dan kelompok masyarakat mengusulkan kegiatan pembuatan Rumah Burung Hantu (Rubuha) dan pembangunan Kandang karantina untuk dijadikan prioritas usulan yang akan dibiayai oleh APBDes TA.2022 dari anggaran Dana Desa pada tahun 2022. Kemudian setelah mendapat persetujuan, pada tanggal 8 januari 2022 Perangkat Desa, BPD bersama Bpk. Camat Plupuh, Babinsa, Babinkamtibmas, POPT, Koordinator BPP Ke. Plupuh, PPL Desa, pengurus Gapoktan, ketua kelompok tani dan juga tokoh masyarakat melakukan studi banding tentang budidaya burung hantu jenis tyto alba ke Sukoharjo yang memang telah lama melakukan kegiatan sersebut sehingga dapat dijadikan rujukan. Tujuan pengadaan RUBHA sebagai rumah bagi burung hantu Kembali kepada tujuan awal yang telah disebutkan sebelumnya.

Bapak Sudirman sebagai anggota kelompok tani Sri Mulyo Desa Sumber Rejeki Kecamatan Karang Agung Ilir Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan menjelaskan terkait upaya warga kelompok tani dalam pengendalian hama tikus. Sebelum melestarikan atau memanfaatkan burung hantu sebagai predator pengendali hama tikus terjadi kerusakan tanaman padi yang cukup membuat kelompok tani kewalahan sehingga sering mengalami kerugian. Kemudian kelompok tani Desa Sumber Rejeki Kecamatan Karang Agung Ilir mendapatkan binaan terkait pemanfaatan burung hantu, kemudian diadakan sosialisasi berupa perkenalan ap aitu burung hantu serta manfaatnya kepada kelompok tani. Selanjutnya diadakan pembuatan rumah burung hantu yang di desain sedemikian rupa.

Bapak Sudirman menjelaskan adanya monitoring perkembangbiakan burung hantu yang signifikan, dinilai dari adanya 10 butir telur dalam rumah burung hantu.

Prof. Ign. Pramana Yuda, PhD dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta menjelaskan tentang ap aitu burung pemangsa, burung hantu, dimana saja serak jawa ditemukan di Indonesia, ekologinya, makanan, sistem reproduksi atau perkembangannya, peran ekologi dan konservasi yang harus diperhatikan.

Terkait dengan burung pemangsa, disebut juga hypercarnivore (>70% memakan daging). Burung ini pemakan vetebrata lain (memiliki tulang belakang). Ciri ciri utama yang mereka miliki adalah kecepatan terbang yang luar biasa, ketajaman indra maupun pendengaran (kombinasi atau salah satunya), memiliki paruh dan cakar yang sangat tajam. Sebagai manusia yang mengendalikan hewan pemangsa, perlu berhati-hati dengan hewan pemangsa, dalam hal ini burung pemangsa dalam menangani burung jenis ini serta memperhatikan faktor keamanan.

Kelompok burung yang dibahas disini ada tiga, Telluraves, Afroaves, Accipitrimorpheae. Telluraves adalah takson atau kelompok terbesar dalam klasifikasi burung, contohnya burung falcons, dan parrots. Afroaves adalah subklad dari Telluraves, kelompok ini mencakup sebagian besar ordo burung berjari lima, yang sebagian besar di antaranya berasal dari benua Afrika contohnya burung hantu dan woodpeckers. Accipitrimorpheae adalah subklad lain dari Telluraves yang mencakup ordo burung Falconiformes (orde burung elang) contohnya adalah burung elang, rajawali, sikep madu yang aktif di siang hari (diurnal).

Prof. Ign. Pramana Yuda, PhD juga menjelaskan jenis-jenis burung hantu. Hampir ditemukan di seluruh dunia kecuali di kutub selatan. Untuk di Indonesia, dikenal dengan sebutan Serak Jawa atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan Barn-Owl (burung gudang), Tyto alba yang berubah Namanya menjadi Tyto Javanica, sub kelas Tytonidae. Terdapat enam sub spesies yang tersebar alami di seluruh Indonesia.

Secara alami, habitat utama burung hantu adalah di padang rumput, gurun, rawa dan ladang pertanian namun burung ini memiliki kelebihan dapat beradaptasi dengan habitat kota. Sesuai dengan lingkungan yang tedapat mamalia kecil (tikus, mencit, curut, kelelawar) hingga burung, reptile serta antropoda. Burung ini berburu di malam hari dan memangsa buruannya utuh-utuh.

Terkait dengan reproduksi burung hantu, Prof. Ign. Pramana Yuda, PhD menjelaskan bahwa burung serak jawa memiliki siste kawin yang umumnya monogami namun belum ada penelitian lebih lanjut apakah monogami ini bersifat seumur hidup atau saat masa kawin dan beberapa poligami (1 jantan dan lebih dari satu betina) beberapa penelitian menemukan bahwa burung ini poligami, lokasi bersarang berada di lubang pohon dan dapat berkembang biak sepanjang tahun. Dalam satu musim kawin dapat menghasilkan 3 sampai 6 butir telur serta lama pengeraman 30 sampai 34 hari.

Peran ekologi, sebagai predator, pengendali hama yang efektif. Dalam satu hari burung dewasa dapat mengkonsumsi 2 sampai 3 ekor per malam, pada musim berbiak jauh lebih besar dari beberapa daerah yang menyampaikan penggunaan serak jawa di daerah masing-masing, sudah meningkatkan produktivitas padi daerah masing-masing dalam pengendalian hama tikus. Selain di sawah, sudah dilakukan pemanfaatan burung hantu di perkebunan sawit di Malaysia, Indonesia dan lain-lain.

Ancaman serak jawa yang utama terkait keracunan pestisida dari petani yang menggunakan zat kimia dalam pengendalian hama, sehingga Ketika akan dimangsa oleh burung predator maka berpotensi mengakibatkan keracunan bagi hewan pemangsa. Menurut status konversi (RedList IUCN) burung hantu ini masuk kategori Least Concern atau tidak terancam punah secara global. Kematian terbanyak disebabkan karena tertabrak oleh kendaraan, bangunan ataupun kabel listrik.