Daya Upaya Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan Padi dengan Kearifan Lokal

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 1101 pada hari Senin (26/2) dengan mengangkat tema “Daya Upaya Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan Padi dengan Kearifan Lokal”.

Saat ini, fokus utama kita adalah meningkatkan produksi padi dan jagung secara berkelanjutan. Dirjen Tanaman Pangan Dr. Ir. Suwandi, M.Si menyampaikan bahwa upaya ini harus dilakukan dengan berbagai strategi dan pendekatan yang terintegrasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai tujuan ini, termasuk meningkatkan produktivitas dan memperkuat ketahanan pangan.

Upaya meningkatkan produktivitas padi dan jagung dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dan ekstensifikasi dilakukan dengan perluasan area tanam, termasuk tumpang sari di kebun dan hutan. Perluasan area tanam ini harus dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

Ketahanan pangan nasional dapat diperkuat dengan membuka lahan baru di luar sawah, seperti rawa lebak dan pasang surut. Lahan-lahan ini memiliki potensi besar untuk ditanami padi dan jagung. Selain itu, perlu dikembangkan varietas lokal yang tahan hama dan penyakit. Varietas lokal ini lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan setempat dan lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Penerapan prinsip pertanian berkelanjutan juga penting untuk memperkuat ketahanan pangan. Prinsip ini meliputi penggunaan pupuk organik dan hayati: Pupuk organik dan hayati lebih ramah lingkungan dan dapat menjaga kesehatan tanah, pengelolaan hama dan penyakit terpadu (PHT): PHT adalah cara mengendalikan hama dan penyakit dengan berbagai metode, seperti penggunaan pestisida alami dan musuh alami, konservasi air dan tanah: Konservasi air dan tanah penting untuk menjaga kesuburan tanah dan kelestarian lingkungan.

Dirjen Tanaman Pangan Dr. Ir. Suwandi menambahkan terkait efisiensi biaya produksi yang dapat dilakukan dengan penggunaan teknologi dan berbagai upaya lainnya. Teknologi dapat membantu petani dalam mengolah lahan, menanam padi dan jagung, serta memanen hasil panen. Penggunaan teknologi yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan menekan biaya produksi.

Upaya lain untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi adalah dengan ramah lingkungan. Ramah lingkungan berarti tidak menggunakan bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan bahan kimia yang berbahaya dapat meningkatkan biaya produksi dan merusak lingkungan.

Selain itu, Suwandi menjelaskan terkait pemanfaatan Kearifan Lokal yang merupakan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Kearifan lokal dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi padi dan jagung. Contohnya, varietas lokal yang tahan hama dan penyakit, serta sistem tanam tradisional yang ramah lingkungan.

Suwandi menjelaskan bahwa terdapat tantangan utama dalam meningkatkan produksi padi dan jagung diantaranya adalah, perubahan iklim: Menghadapi perubahan iklim ekstrim, seperti El Nino, yang dapat menyebabkan gagal panen, menjaga surplus beras nasional: Menjaga surplus beras nasional untuk ketahanan pangan, mengkombinasikan kearifan lokal dengan teknologi informasi: Mengoptimalkan teknologi informasi untuk mendukung budidaya padi dan jagung yang berkelanjutan, meningkatkan produksi padi dan jagung membutuhkan upaya terintegrasi dari semua pihak, mulai dari pemerintah, petani, hingga masyarakat luas. Dengan mengoptimalkan strategi dan kearifan lokal, serta memanfaatkan teknologi informasi, kita dapat mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Meningkatkan produksi padi dan jagung membutuhkan upaya terintegrasi dari semua pihak, mulai dari pemerintah, petani, hingga masyarakat luas. Dengan mengoptimalkan strategi dan kearifan lokal, serta memanfaatkan teknologi informasi, kita dapat mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Menurut Ir. Entang selaku Pokja Ahli Pangan, Badan Pangan Nasional, upaya untuk menggenjot produksi padi dan jagung dengan memanfaatkan kearifan lokal merupakan langkah yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama. Hal ini dikarenakan banyaknya persoalan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi padi dan jagung dalam waktu singkat.

Kebijakan pemerintah untuk menggenjot produksi padi setinggi-tingginya menuju swasembada menjadi pilihan yang diambil saat menghadapi turunnya produksi padi. Salah satu penyebab utama penurunan ini adalah sergapan El Nino, yang dapat menimbulkan gagal panen di beberapa daerah. Kementerian Pertanian sendiri memprediksi dampak El Nino ini bisa menimbulkan gagal panen dengan kisaran 380.000 ton sampai dengan 1,2 juta ton.

Penurunan produksi beras ini tentu saja menyebabkan surplus beras nasional juga menurun. Pada tahun 2022, surplus beras masih ada di kisaran 1,34 juta ton, namun memasuki tahun 2023, surplusnya tercatat sekitar 700.000 ton.

Persoalan ini cukup serius karena produksi beras yang cukup tinggi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, tetapi juga untuk penguatan cadangan beras pemerintah dan program-program bantuan pangan beras. Jika dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada, maka rasanya tidak mungkin semua itu akan dipenuhi dalam waktu yang sangat pendek. Oleh karenanya, kebijakan impor beras menjadi solusi jangka pendek yang mau tidak mau harus dilaksanakan.

Kesimpulannya, menurut Entang, meningkatkan produksi padi dan jagung dengan memanfaatkan kearifan lokal adalah langkah yang tepat, namun membutuhkan waktu. Impor beras menjadi solusi jangka pendek untuk mengatasi kekurangan beras nasional.

Prof. Dr. Elfindri, SE., MA selaku Direktur SDG s Center, Universitas Andalas, menjelaskan terkait tentang bagaimana peranan dari lokal genuin semacam kebiasaan-kebiasaan yang ada di tingkat lokal yang menyebabkan produksi pangan khususnya padi bisa lebih dianggap bukan menjadi penghalang tapi justru sebagai genuin, sebagai pendorong produktivitas daripada pertanian khususnya padi bisa ditingkatkan. Meningkatkan produktivitas pertanian merupakan kunci untuk mencapai ketahanan pangan. Upaya ini harus dilakukan secara terintegrasi dengan memperhatikan berbagai faktor yang saling terkait.

Salah satu faktor penting dalam meningkatkan produktivitas adalah struktur tanah yang ideal dan bebas hama. Penggunaan pupuk organik dapat membantu memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kesuburan tanah. Pengendalian hama terpadu (PHT) dan penggunaan varietas tahan hama dapat membantu mengurangi penggunaan pestisida dan meningkatkan hasil panen.

Pengairan yang tepat dan pencahayaan yang cukup juga penting untuk meningkatkan produktivitas. Pembangunan sistem irigasi yang efisien, penggunaan pupuk hayati, dan penanaman tanaman pada waktu yang tepat dapat membantu tanaman mendapatkan air dan sinar matahari yang cukup. Penggunaan pupuk organik dan gotong royong merupakan dua aspek penting dalam meningkatkan produktivitas. Pupuk organik dapat membantu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kesuburan tanah, dan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Gotong royong dapat membantu petani dalam menyelesaikan pekerjaan pertanian dengan lebih cepat dan efisien. Melestarikan kearifan lokal dan menerapkan teknologi juga dapat membantu meningkatkan produktivitas. Kearifan lokal, seperti kebiasaan masyarakat dalam bekerja dan mengikuti masa tanam, dapat membantu meningkatkan hasil panen. Penerapan teknologi, seperti penggunaan drone untuk penyemprotan pestisida dan pemupukan, dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas budidaya tanaman. Meningkatkan produktivitas pertanian membutuhkan upaya terintegrasi dari semua pihak, mulai dari pemerintah, petani, hingga masyarakat luas. Dengan mengoptimalkan berbagai faktor dan menerapkan strategi yang tepat, kita dapat mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Bapak John Kenedy selaku ahli/peneliti tanah pertanian memulai dengan menjaga kesehatan tanah untuk ketahanan pangan, permasalahan yang terjadi di Sumatera Barat terutama di Sumatera Barat, terutama di kaki Gunung Merapi dan Singgalang, menjadi kendala utama dalam bertani. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperbaiki kondisi tanah agar dapat mencapai ketahanan pangan. Berdasarkan pengalaman bertani di kampung halaman, Jon Kenedi menemukan tiga pilar utama untuk menjaga kesehatan tanah. Pertama, pemahaman dasar tentang kondisi tanah saat ini sangat penting untuk menentukan strategi bertani yang tepat. Petani sering kali fokus pada pupuk dan bibit untuk mencapai hasil panen maksimal, namun mengabaikan kesehatan tanah. Hal ini perlu diubah, dan fokus utama haruslah pada bagaimana menjaga kesehatan tanah terlebih dahulu. Kedua, landasan yang kuat dalam bertani akan membantu petani menghadapi berbagai masalah dan hama. Landasan ini dapat berupa pedoman atau prinsip yang dipegang teguh. Dalam pengalaman saya, Al-Qur'an menjadi landasan utama dalam bertani. Surah Al-A'raf ayat 56-58 memberikan peringatan bagi manusia untuk tidak merusak alam dan mengingatkan untuk selalu berdoa ketika menghadapi musibah. Ketiga, ayat terakhir di surat Al-A'raf ayat 58 menjelaskan bahwa tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang subur, dan seterusnya. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga kesehatan tanah untuk mencapai hasil panen yang optimal. Dengan menerapkan tiga pilar ini, diharapkan kondisi tanah di Sumatera Barat dapat diperbaiki dan ketahanan pangan dapat tercapai.

Selain tiga pilar ini, John Kenedy juga memperhatikan kondisi degradasi tanah yang terjadi di kalangan petani. Saya mendorong petani untuk memahami kondisi tanahnya dan menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk menjaga keseimbangan dan kesehatan tanah. Dalam menjaga kesehatan tanah, Jon Kenedi masih menggunakan instrumen tradisional. John Kenedy percaya bahwa kearifan lokal, seperti penggunaan pupuk organik dan kompos, serta pengolahan tanah yang tepat, dapat membantu menjaga kesehatan tanah secara berkelanjutan.

Penerapan Al-Qur'an dan kearifan lokal dalam bertani bukan berarti menolak modernisasi. teknologi dan instrumen modern dapat digunakan untuk membantu petani dalam memantau kondisi tanah, mengoptimalkan penggunaan pupuk, dan meningkatkan efisiensi.

Namun, penggunaan teknologi haruslah tepat guna dan mempertimbangkan kondisi tanah dan lingkungan setempat. Kearifan lokal dan pengetahuan tradisional dapat menjadi panduan penting dalam penerapan teknologi modern untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.