Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 1096 pada hari Selasa (13/2) dengan mengangkat tema “Digitalisasi Usaha Pertanian”. Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, menyampaikan seiring dengan perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Sekarang sudah mengarah kepada pertanian berbasis digital. “kita menggunakan semuanya menggunakan kode-kode kalau digital itu dan ini sangat membantu, yang lebih sederhana dari proses tata kelola berusaha tani. Dalam perkembangannya kita mengenal pertanian presisi, smart farming, pertanian modern. Ini kedepan sangat disukai oleh para milenial yang tidak mau repot-repot karena semua sudah dibantu oleh IT. Jadi teknologi tidak hanya fisik mekanisasi tetapi yang berbasis IT sudah mulai berkembang. Semuanya bisa dikendalikan oleh komputer dan dikendalikan dari jarak jauh pun bisa” kata Suwandi. Rektor Universitas Insan Cita Indonesia (UICI), Laode M menjelaskan digital farming adalah strategi manajemen berbasis bigdata dan AI untuk mengolah dan mengintegrasikan semua informasi yang diperlukan dan relevan sebagai dasar pengambilan keputusan terkait dengan metode dan produksi yang diinginkan. Krisis petani muda di negara agraris, saat ini jumlah petani muda di Indonesia dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan. Berdasarkan data BPS tahun 2019, jumlah petani muda terjadi penurunan 415.789 orang dari periode 2017 ke 2018. “Digitalisasi pertanian ini bisa menarik minat para petani muda untuk mengembangan pertanian. Digitalisasi yang saat ini dicoba seperti penggunaan drone. Dengan menggunakan sistem drone atau pengaplikasian digitalisasi pertanian ini kita bisa mengontrol apa yang terjadi dalam pertanian kita menjadi lebih mudah, bisa menghemat beberapa biaya produksi, bisa meningkatkan pendapatan petani dan kesejanteraan petani” jelas Laode. Wakil Sekjen MAPORINA, Made Sukarsawan mengatakan digitalisasi sangat penting untuk memudahkan semua pihak yang terlibat dalam usaha pertanian dalam pengambilan keputusan. Karakter usaha pertanian itu tidak perlu dan tidak boleh diratapi. ”Justru kita bersyukur dengan kondisi itu kita harus berkreasi. Jadi itu kenapa usaha pertanian perlu digitalisasi. Yang pertama karena kuantitas usaha pertanian di Indonesia jumlahnya agak sulit diprediksi. Kemudian kualitasnya juga sama, maka usulnya petani perlu ada pendampingan. Terus kontinuitasnya, sektor usahanya belum kontinu terkadang jika saat ini harga cabai naik maka petani akan menanan cabai padahal sebelumnya menanam jagung. Kemudian ketertelusuran, saat ini pembeli sudah naik pada tahap konsumsi bahan pangan sehat untuk bisa mengetahui informasi mengenai produk yang dikonsumsi. Selanjutnya tanpa digitalisasi standarisasi sebagai syarat utama indoGAP dan HACCP itu menjadi sangat sulit kita laksanakan. Karena jika indoGAP dan HACCP sulit kita terapkan maka produk pertanian kita akan ada pada kelas paling bawah dan harga paling rendah yang berakibat pada pendapatan petani yang pas-pasan bahkan hingga minus. Maka hampir dipastikan generasi muda tidak akan mau untuk melakukan usaha pertanian. Digitalisasi dapat dilakukan pada kegiatan budidaya pertanian” kata Made Sukarsawan. Agus M. Maksum selaku CEO PT Geni Mandiri Sejahtera mengatakan Digitalisasi itu bisa menjadi bagian dari upaya mengembalikan kejayaan sektor pertanian. “Kenapa? Karena penduduk saat ini 8 milyar. Kemudian sekarang untuk di Indonesia saja sudah mencapai 270 juta penduduk dan semuanya perlu makan. Dan itu memerlukan produk pertanian every day. Bayangkan produk digital seperti handphone, itu untuk kita kemudian membeli handphone lagi itu kira-kira memerlukan waktu 3 tahun. Nah lain halnya jika produk pertanian karena kita memerlukan makan ini dalam sehari bisa 3 kali. Oleh karena itu digitalisasi pertanian perlu dilakukan karena kita memiliki sumberdaya dan konsumennya.” kata Agus.