Intensifikasi Dan Ekstensifikasi Meningkatkan Produksi Padi

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 1114 pada hari Senin (25/3) dengan mengangkat tema “Intensifikasi dan Ekstensifikasi Meningkatkan Produksi Padi”.

Intensifikasi bertujuan meningkatkan indeks tanam dan produktivitas padi. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: Meningkatkan indeks tanam dari IP 100 menjadi 200, 300, bahkan 400, meningkatkan produktivitas dengan teknik budidaya yang baik (Good Agriculture Practices), mengembalikan kesuburan tanah. merawat sumber air dan menggunakan teknologi hemat air, memilih varietas benih unggul dan pengendalian hama penyakit ramah lingkungan. Ekstensifikasi dilakukan dengan dua cara, yaitu perluasan areal tanam (PAT) dan perluasan areal tanam baru (PATB). PAT dilakukan dengan menanam padi di lahan kering, tadah hujan, huma, keladang, dan lahan tidur. Sedangkan PATB dilakukan dengan membuka lahan baru, seperti di rawa-rawa. Dr. Ir. Suwandi, M.Si menekankan untuk berfokus dalam mendorong peningkatan produksi padi dan jagung  Untuk mencapai hal ini, perluasan area tanam menjadi langkah krusial. Tanam padi tidak hanya di sawah, tetapi juga di berbagai lahan yang memungkinkan, seperti kebun, hutan, dan rawa. Lahan rawa yang sebelumnya terbengkalai perlu dioptimalkan dengan membangun saluran irigasi dan ditanami padi. Pendekatan ini bertujuan untuk memaksimalkan seluruh potensi lahan yang tersedia dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Penting untuk diingat bahwa intensifikasi dan ekstensifikasi perlu dilakukan secara berimbang. Di satu sisi, intensifikasi melalui peningkatan indeks tanam dan penggunaan teknologi budidaya yang baik dapat meningkatkan produktivitas lahan yang ada. Di sisi lain, ekstensifikasi melalui perluasan area tanam dapat membuka peluang baru untuk meningkatkan produksi padi dan jagung.

Bimtek ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan para petani untuk meningkatkan produksi padi dan jagung. Dengan sinergi antara pemerintah, petani, dan seluruh pemangku kepentingan, target peningkatan produksi padi dan jagung dapat diwujudkan.

Khusus dalam irigasi, terdapat dua sumber yaitu air permukaan dan sumber air tanah. Emir Kartarajasa S.T., M.T menjelaskan terkait kegiatan pompanisasi dan sumber air permukaan khususnya pada sungai – sungai besar. Meningkatkan produksi padi dan jagung menjadi fokus utama dalam upaya mencapai swasembada pangan nasional. Upaya intensifikasi melalui peningkatan indeks tanam menjadi strategi utama. Hal ini dapat dilakukan dengan memenuhi kecukupan air, terutama di lahan tadah hujan yang belum tersentuh irigasi teknis.

Pompanisasi akan difokuskan pada lahan-lahan dengan indeks tanam rendah, khususnya di musim kemarau ketika terjadi kekurangan hujan. Pembangunan infrastruktur irigasi juga menjadi kunci untuk meningkatkan indeks tanam dan produktivitas padi.

Pada tahun 2023, terjadi penurunan produksi beras. Untuk itu, target produksi beras di tahun 2024 adalah 32 juta ton, dengan mempersempit impor beras hingga mencapai 0 ton. Upaya untuk mencapai target ini meliputi: Meningkatkan indeks tanam dan produktivitas padi, membangun infrastruktur irigasi, menerapkan teknologi pasca panen dan olah tanah, menyediakan saprodi, mendukung permodalan dan kelembagaan.

Pompanisasi akan digunakan untuk mencapai target ini, dengan memanfaatkan pompa baru dan pompa existing. Kerjasama dan sinergi antara pemerintah, petani, dan seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci untuk mewujudkan swasembada pangan nasional. Untuk mencapai target peningkatan indeks tanam, Kementerian Pertanian akan menggunakan strategi pompanisasi atau perpompaan. Pompa baru dan pompa existing akan dioptimalkan untuk mencapai target ini.

Berdasarkan data, potensi lahan tadah hujan di Indonesia mencapai 2,1 juta hektar. Untuk memenuhi kebutuhan irigasi di lahan ini, dibutuhkan 215.000 pompa. Saat ini, masih terdapat kekurangan 187.500 pompa untuk melayani seluruh potensi lahan tadah hujan. Pada tahun 2024, Kementerian Pertanian akan mengalokasikan anggaran untuk pengadaan pompa secara bertahap. Hal ini diharapkan dapat memenuhi kekurangan pompa dan meningkatkan indeks tanam di lahan tadah hujan.

Data potensi lahan sawah tadah hujan di setiap provinsi telah di overlay dengan sumber-sumber air permukaan. Dari 3 juta hektar potensi lahan, tidak semuanya memiliki sumber air permukaan yang baik. Kementerian Pertanian bekerja sama dengan BSIP dan BPS untuk memetakan potensi lahan, mendata pompa existing, dan memverifikasi kebutuhan pompa.

Kegiatan pompanisasi untuk meningkatkan indeks tanam padi di lahan tadah hujan dilakukan dengan kriteria yang ketat. Hal ini bertujuan agar pompa yang didistribusikan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan sesuai dengan kebutuhan teknis lokasi.

Prioritas utama diberikan kepada lahan dengan indeks tanam 0 sampai 1, yaitu lahan yang tidak mendapatkan suplai air irigasi teknis. Lahan yang berpotensi untuk penambahan areal tanam juga menjadi prioritas, karena dengan pompanisasi, lahan tersebut dapat ditanami pada musim kemarau dan meningkatkan indeks tanam.

Sumber air yang digunakan adalah air permukaan yang kontinu, seperti sungai, saluran pembuang, kolam, embung, mata air, dan danau. Volume air harus cukup untuk memenuhi kebutuhan tanam hingga panen, dan diprioritaskan untuk mencukupi tanam sampai dua sampai tiga kali. Posisi sumber air tidak boleh lebih dari 10 meter dari lahan, dan jarak antara sumber air dan lahan tidak boleh lebih dari 20 meter. Pompa yang digunakan harus sesuai dengan debit air yang dihasilkan oleh sumber air. Jaringan irigasi perlu dikombinasikan dengan kegiatan pompanisasi untuk mengoptimalkan distribusi air. Saluran irigasi dapat berupa selang, pipa, atau saluran terbuka yang sudah di lining.

Sinergi dengan instansi lain sangat penting dalam kegiatan pompanisasi. Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Kementerian PUPR untuk memanfaatkan jaringan irigasi teknis dan lahan sawah irigasi teknis yang sumber airnya tersedia.

MOU telah ditandatangani dengan Kementerian PUPR untuk melakukan survei bersama terhadap 1 juta hektar lahan tadah hujan. Hasil survei akan menentukan titik lokasi pompa, spesifikasi pompa, jenis pompa, dan saluran distribusi yang dibutuhkan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan indeks tanam dan produksi padi di lahan tadah hujan, sehingga tercapai swasembada pangan nasional.

Indra gustari selaku perwakilan dari BMKG menjelaskan terkait perkembangan iklim dan prediksi musim kemarau tahun 2024. Paparan ini membahas tiga hal penting terkait musim di Indonesia: dinamika atmosfer, curah hujan 2023, dan prediksi musim 2024.

1.      Dinamika Atmosfer

El Nino moderat masih berlangsung hingga pertengahan Maret 2024 dengan indeks 1,2. Diperkirakan El Nino akan meluruh di April, Mei, dan Juni. Angin monsun Asia masih aktif di Maret dan April, sedangkan angin monsun Australia mulai menguat di April.

2.      Curah Hujan 2023

Curah hujan pada Januari-Maret 2023 tinggi di Jawa, Sumatera bagian selatan, Kalimantan, dan Papua. Pada Mei-Oktober 2023, curah hujan rendah di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Curah hujan mulai meningkat di beberapa daerah pada November-Desember 2023. Pada Februari 2024, curah hujan di atas rata-rata di hampir seluruh wilayah Indonesia.

3.      Prediksi Musim 2024

Awal musim hujan 2024 diprediksi mundur di 446 zona musim (64%), sama di 56 zona musim (8%), dan maju di 22 zona musim (3%). Puncak musim hujan 2024 diprediksi sama dengan normal di 351 zona musim (50%), mundur di 203 zona musim (29%), dan maju di 145 zona musim (20,7%). Musim kemarau 2024 diprediksi normal di 537 zona musim (77,27%).

El Nino moderat masih berlangsung, namun diprediksi akan meluruh dalam beberapa bulan ke depan. Curah hujan di Februari 2024 di atas rata-rata di hampir seluruh wilayah Indonesia. Awal musim hujan 2024 diprediksi mundur di sebagian besar wilayah Indonesia. Puncak musim hujan 2024 diprediksi sama dengan normal di sebagian besar wilayah Indonesia. Musim kemarau 2024 diprediksi normal di sebagian besar wilayah Indonesia.

Indra gustari memberikan beberapa rekomendasi untuk kita dalam menghadapi situasi perkembangan iklim di tahun 2024, diantaranya yaitu:

1.                              Memperhatikan informasi prakiraan cuaca dan musim dari BMKG.

2.                              Melakukan persiapan menghadapi musim kemarau, seperti melakukan panen air, menghemat air serta menanam tanaman tahan kekeringan.

Perkiraan curah hujan dan musim kemarau 2024 untuk periode April hingga September 2024.

Curah Hujan:

April: Curah hujan umumnya menengah dan tinggi di sebagian besar wilayah. Waspada curah hujan rendah di Aceh Timur, Sumatera Utara, dan Bali Nusa Tenggara. Mei: Curah hujan umumnya rendah di Jawa Selatan, Bali Nusa Tenggara, dan Lampung bagian selatan. Waspada curah hujan tinggi di Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Papua. Juni - Juli: Curah hujan rendah di Sumatera, Jawa, Bali Nusa Tenggara, dan sebagian Kalimantan. Curah hujan tinggi masih berpotensi di Kalimantan Barat, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Agustus - September: Curah hujan menengah di sebagian besar wilayah. Curah hujan tinggi masih berpotensi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Maluku, dan Papua.

Musim Kemarau:

Awal Musim:

·         Lebih awal: 104 zona musim (17%) di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

·         Mundur: 284 zona musim (47%) di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Maluku.

·         Sama dengan rata-rata: 174 zona musim (36%) di Jawa, Sulawesi, dan Maluku.

Sifat Musim Kemarau:

·         Bawah normal: 62 zona musim (9%) di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi, dan Papua.

·         Normal: 386 zona musim (64%) di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

·         Atas normal: 279 zona musim (47%) di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

Puncak Musim Kemarau:

Juli - Agustus: 537 zona musim (77%) di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

Perubahan iklim itu menjadi salah satu ancaman yang serius bagi ketahanan pangan Global khususnya kemarin karena adanya El Nino ya sendiri mungkin terjadi Ketika suhu permukaan laut itu menghangat secara signifikan singga memberikan dampak terhadap kondisi cuaca di seluruh Indonesia nah tadi BMKG sudah secara jelas menyampaikan  kemungkinan-kemungkinan prediksi di tahun 2024 yang mungkin bisa diantisipasi oleh para pemegang atau pemangku kebijakan untuk menentukan langkah langkah di dalam mengantisipasi fenomena ini Dr. Resa Setia Adiandri, S.TP, M.Si menjelaskan bahwa perubahan iklim, terutama El Nino, menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan global. Upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas padi melalui penanganan pascapanen yang baik menjadi solusi penting untuk meminimalisir dampak perubahan iklim dan menjaga ketahanan pangan.

Penanganan pascapanen padi merupakan subsistem dari sistem agribis padi yang mencakup kegiatan mulai dari panen hingga menghasilkan beras. Tahapannya meliputi: panen, perontokan, pengangkutan, pembersihan, pengeringan, penggilingan, pengemasan, dan penyimpanan.

Permasalahan pascapanen padi

Susut hasil yang tinggi: Data BPS tahun 2012 menunjukkan susut hasil masih tinggi. Penanganan pascapanen yang rendah: Kurangnya kesadaran dan kepedulian terhadap susut dan kualitas hasil. Teknologi dan sarana pascapanen yang belum optimal: Kurangnya penerapan teknologi dan dukungan sarana pascapanen. Penerapan SOP dan GHP yang belum efektif: Kurangnya pendisiplinan dalam penerapan standar operasional dan good handling practices.

Dampak susut hasil:

1.      Rendemen rendah: Kehilangan hasil padi yang signifikan.

2.      Cadangan pangan berkurang: Mengancam ketahanan pangan nasional.

Solusi:

1.      Penerapan teknologi pascapanen: Penggunaan teknologi tepat guna untuk meminimalisir susut hasil.

2.      Peningkatan kesadaran dan kepedulian: Edukasi dan pelatihan bagi pelaku pascapanen tentang pentingnya kualitas dan kuantitas hasil.

3.      Pengembangan dan penyediaan sarana pascapanen: Dukungan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana pascapanen yang memadai.

4.      Penerapan SOP dan GHP yang efektif: Penegakan standar operasional dan good handling practices untuk memastikan kualitas dan kuantitas hasil.

Alur proses penanganan pascapanen padi:

1.      Tanaman padi: Penentuan waktu panen yang tepat.

2.      Panen: Faktor kritis untuk susut hasil.

3.      Perontokan: Penundaan perontokan dapat menyebabkan susut.

4.      Pengeringan: Pengeringan gabah yang tepat untuk mencegah susut.

5.      Penggilingan: Konfigurasi penggilingan dan kadar air beras menentukan mutu.

6.      Pengemasan dan penyimpanan: Menjaga kualitas beras dan meminimalisir kehilangan.

Titik kritis dalam penanganan pascapanen diantaranya adalah waktu panen yang tepat, penundaan perontokan, pengeringan gabah yang tidak tepat, penggunaan mesin penggilingan yang tidak sesuai, penerapan SOP dan GHP yang tidak konsisten.