Kementerian Pertanian melalui
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis
dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 1111 pada hari Senin (19/3) dengan mengangkat
tema “Optimalisasi Lahan Rawa Untuk Ketahanan Pangan Nasional”.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar, M.S.
menjelaskan terkait pengolahan air untuk optimalisasi lahan rawa. Lahan rawa
menyimpan potensi besar untuk budidaya padi dan berbagai komoditas lainnya.
Namun, optimalisasi lahan ini memerlukan pengelolaan air yang tepat, mengingat
setiap komoditas memiliki kebutuhan air yang berbeda.
Dua jenis utama lahan rawa, yaitu
Rawa Pasang Surut dan Rawa Lebak, memiliki karakteristik yang berbeda pula.
Rawa Pasang Surut dipengaruhi oleh gerakan air pasang surut, sedangkan Rawa
Lebak merupakan cekungan yang tergenang air di musim hujan.
Para ahli membagi rawa pasang surut
menjadi empat tipe berdasarkan luapan air, mulai dari Tipe A yang selalu
terluapi air pasang hingga Tipe D yang mirip lahan kering. Lahan Rawa Lebak pun
dikategorikan berdasarkan kedalamannya, yaitu lebak dangkal, lebak tengah, dan
lebak dalam.
Tujuan utama pengelolaan air di
lahan rawa adalah untuk mengatur tinggi muka air sesuai kebutuhan budidaya
padi, mencegah masuknya asam dan zat racun ke sawah, serta menjaga kelestarian
tanah. Pengaturan tinggi muka air memiliki pengaruh besar pada berbagai tahap
budidaya padi, mulai dari penyemaian, penyemprotan herbisida, pengolahan tanah,
pemberian bahan amelioran dan pupuk, hingga pengendalian hama dan gulma.
Pengaturan ini pun penting untuk pematangan dan panen padi yang optimal.
Teknik pengaturan muka air yang
umum diterapkan di lahan rawa meliputi pembangunan tanggul keliling petak
sawah, pembuatan saluran keliling dan kemalir, serta pemasangan pintu air.
Pintu air dapat terbuat dari kayu, semen, atau pipa paralon. Di antara pilihan
tersebut, pipa paralon menawarkan kemudahan, ketahanan terhadap rembesan, dan
kepraktisan dalam pengadaan dan pemasangan. Pemasangan pipa paralon perlu
mempertimbangkan posisi elbow yang lebih rendah dari permukaan sawah,
ketinggian penutup pipa yang lebih tinggi dari genangan maksimum di musim
hujan, serta pengetahuan tentang tinggi genangan maksimum tersebut. Pengelolaan
air yang tepat di lahan rawa, dengan teknik pengaturan muka air dan pemilihan
material pintu air yang tepat, akan berdampak pada peningkatan produktivitas
padi dan kelestarian lahan jangka panjang.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar, M.S.
menjelaskan terkait permasalahan air dan upaya mengatasinya di lahan rawa. Lahan
rawa menyimpan potensi besar untuk budidaya padi, namun di balik potensinya,
terdapat berbagai permasalahan air yang perlu diatasi. Permasalahan ini
berbeda-beda tergantung tipe luapan air dan tipe Lebak. Permasalahan air yang
sering terjadi di lahan rawa meliputi air asam, air asin, keracunan besi,
keracunan aluminium, dan banjir.
Air asam muncul pada musim kemarau
akibat pirit berubah menjadi asam dan dapat mencapai pH 2,5, berakibat fatal
bagi tanaman. Air asin muncul di musim kemarau panjang akibat penguapan air
laut dan dorongan air pasang. Keracunan besi terjadi pada awal musim hujan di
lahan mineral dengan pirit, menyebabkan tanaman mati dalam 7-30 hari setelah
tanam. Keracunan aluminium berbanding terbalik dengan keracunan besi, muncul
akibat kekeringan dan menyebabkan tanaman mati. Banjir terjadi di Rawa Lebak
akibat ketidakcocokan dinamika tinggi muka air dengan program tanam, curah
hujan tidak normal (La Nina/El Nino), atau banjir kiriman.
Teknik pengaturan muka air yang
umum diterapkan meliputi pembangunan tanggul keliling petak sawah, pembuatan
saluran keliling dan kemalir, serta pemasangan pintu air. Pintu air dapat
terbuat dari kayu, semen, atau pipa paralon yang menawarkan kemudahan, ketahanan
terhadap rembesan, dan kepraktisan dalam pengadaan dan pemasangan.
Pengaturan air perlu dilakukan
berdasarkan permasalahan yang ada. Untuk air asam: lancarkan gerakan air masuk
dan keluar petak sawah saat pasang, masukkan air saat puncak pasang, dan
biarkan air hujan mencuci asam di awal musim hujan pada Tipe C. Untuk keracunan
besi: lancarkan gerakan air keluar masuk petak sawah pada 1 bulan pertama
setelah tanam dan keringkan lahan hingga macak-maca dengan pemberian pupuk
Kupok Impika. Untuk keracunan aluminium: cuci lahan setelah olah tanah untuk
menghilangkan racun dan atur tinggi muka air agar tidak terjadi kekeringan
lebih dari 1 minggu. Untuk salinitas: atur jadwal tanam agar padi masak susu
sebelum musim salinitas dan lengkapi hamparan sawah dengan tanggul keliling,
penahan air asin, dan pintu pengendali arus air. Untuk banjir: rancang jadwal
tanam sesuai dinamika tinggi muka air dan curah hujan, serta antisipasi banjir
kiriman dengan sistem tata air makro dan mikro yang baik.
Dengan pengelolaan air yang tepat,
permasalahan air di lahan rawa dapat diatasi dan potensi budidaya padi dapat
dioptimalkan, sehingga meningkatkan produksi padi dan kesejahteraan petani.
Dr. Ir. Izhar Khairullah, M.P
menjelaskan terkait pemilihan varietas padi adaptif dan berdaya hasil tinggi di
lahan rawa. Petani di lahan rawa dihadapkan pada pilihan varietas padi yang
beragam, antara varietas lokal dan varietas unggul. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangannya yang perlu dipertimbangkan dengan seksama untuk
mencapai hasil panen yang optimal.
Varietas lokal sering digemari
karena dianggap lebih adaptif terhadap kondisi lahan setempat, terutama di
lahan pasang surut. Pengelolaannya mudah dengan input minimal dan tidak
memerlukan pemeliharaan intensif. Rasanya disukai konsumen lokal dan teksturnya
pulen, meskipun harganya lebih tinggi dibandingkan varietas unggul.
Di sisi lain, varietas unggul
menawarkan potensi hasil yang lebih tinggi, mencapai lebih dari 5 ton per
hektar. Namun, varietas unggul umumnya membutuhkan input dan pemeliharaan yang
lebih tinggi, serta memiliki harga jual yang lebih rendah dibandingkan varietas
lokal. Rasa nasinya pun terkadang kurang disukai di tingkat lokal dan
teksturnya yang pulen dapat menjadi kendala bagi sebagian konsumen.
Dr. Ir. Izhar Khairullah, M.P
menjelaskan dalam memilih varietas yang tepat merupakan langkah krusial untuk
memaksimalkan hasil panen di lahan rawa. Berikut beberapa faktor penting yang
perlu dipertimbangkan poin-poin berikut:
1. Potensi
hasil: pilih varietas dengan potensi hasil minimal 5 ton per hektar.
2. Toleransi
cekaman abiotik: pertimbangkan toleransi terhadap ph rendah, keracunan besi,
dan rendaman air.
3. Ketahanan
hama dan penyakit: pilih varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit utama
seperti wereng cokelat, blas, dan tungro.
4. Umur
tanaman: pilih varietas genjah (4 bulan) untuk mengantisipasi perubahan iklim.
5. Tinggi
tanaman: pertimbangkan tinggi tanaman untuk mengantisipasi genangan air.
6. Permintaan
pasar: pilih varietas dengan harga jual yang tinggi dan disukai pasar.
7. Preferensi
petani: pertimbangkan bentuk tanaman dan beras yang disukai petani.
Pemilihan varietas padi harus
menyesuaikan dengan kondisi lahan. ## Pemilihan Varietas Padi di Lahan Rawa:
Menyesuaikan dengan Kondisi Lahan
Pemilihan varietas padi di lahan
rawa perlu disesuaikan dengan kondisi lahan, baik di lahan pasang surut maupun
lahan Lebak. Berikut beberapa pertimbangannya:
Lahan
Pasang Surut:
1. Potensial: Varietas unggul yang direkomendasikan: Inpara
1-12, Purwa. Varietas lokal: Beragam jenis.
2. Sulfat
Masam: Varietas unggul yang tahan: Margasari, Martapura, Inpara 2, Inpara 13,
Inpara 30.
3. Salin: Varietas
unggul yang toleran: Inpari 34, Inpari 35, Inpari Unsur 79 (toleran salinitas
hingga 12 DS/m). pada lahan salin yang dekat sungai atau pantai: Varietas lokal
yang tahan: Datu, Padi Panjang Pandak, Bayar
4. Gambut:
Varietas unggul yang tahan: Inpara 1-12 (khususnya Inpara 11 & 12), Purwa,
Inpari 11, Inpari 21, Inpari 26
Lahan
Lebak:
1. Lahan lebak
dangkal: Musim kemarau: Inara 1-12, Purwa, Ciherang, Mekongga, Inari 9, Inari
19, Inari 27, Inari 30. Musim hujan: Inpara 1-12, Purwa, Ciherang, Mekongga,
Inpari 11, Inpari 22, Inpari 20.
2. Lahan lebak
tengahan: Musim kemarau: Inpara 1-12, Ciherang. Musim hujan: Inpara 1-12,
Mekongga, Inari 13, Inari 18, Inari 19, Inpari-Sidenuk.
3. Lahan lebak
dalam: Hampir semua varietas tidak dapat ditanam.
Pemilihan varietas yang tepat di
lahan rawa sangatlah penting untuk mencapai hasil panen yang optimal.
Pertimbangan kondisi lahan, seperti tingkat cekaman, genangan, dan salinitas,
harus menjadi acuan utama dalam memilih varietas yang adaptif dan tahan
terhadap kondisi tersebut.
Lahan rawa menyimpan potensi besar
untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan, terutama padi.
Salah satu strategi penting untuk memaksimalkan potensi ini adalah dengan
memilih dan menentukan varietas padi yang tepat.
Berbagai varietas unggul padi telah
dikembangkan khusus untuk lahan rawa (Inpara) dan lahan lainnya (Inpari,
Hibrida). Varietas-varietas ini memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dan
mampu menghasilkan panen berlimpah di lahan rawa pasang surut dan lebak.
Pemilihan varietas yang tepat
menjadi kunci utama dalam meningkatkan produktivitas padi di lahan rawa.
Faktor-faktor seperti kondisi tanah, genangan air, dan hama penyakit perlu
dipertimbangkan dengan seksama dalam memilih varietas yang sesuai. Dengan
pemilihan varietas yang tepat dan pengelolaan lahan yang optimal, potensi lahan
rawa dapat dioptimalkan untuk mencapai swasembada pangan nasional.