Kementerian
Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan kegiatan
Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 1116 pada hari Kamis
(28/03) dengan mengangkat tema “Peran dan Strategi Hilirisasi
Singkong Untuk Peningkatan Kesejahteraan dan Pemerataan Pembangunan Nasional”.
Sutalim selaku Petani Singkong di
Pati mengatakan untuk bisa menstabilkan harga tapioka dan membantu
mensejahterakan petani singkong disini membutuhkan suatu wadah, agar petani
singkong dan petani tapioka bisa sejahtera. “Wadah ini berbentuk badan usaha,
agar bisa melakukan standarisasi harga. Jadi jika saat ini harga melambung
tinggi yang diuntungkan petani, namun disaat panen raya yang dirugikan petani.
Disitulah jika ada solusi dijadikan menjadi koperasi, untuk bisa membantu
masyarakat. Ini program yang dicanangkan didesa namun belum bisa dijalankan
karena memerlukan dana yang cukup besar. Kemudian kedua, langkah yang bisa
dilakukan untuk mensejahterakan petani adalah dengan menggunakan bibit unggul.
Petani disini sangat membutuhkan bibit singkong unggul” ungkap Sutalim.
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jember, Achmad Subagio menjelaskan mengapa singkong sebagai tanaman
masa depan karena singkong merupakan salah satu tanaman paling efektif dalam
fotosintesis, rendah kebutuhan air per kilogram biomasa (tahan terhadap
berbagai stress kekeringan), rendah kebutuhan pupuk perbiomassa (kebutuhan
pupuk rendah) dan rendah terhadap serangan hama penyakit. Kemudian berkebun
singkong dengan skala besar bisa lebih efektif dengan menerapkan konsep integrated
farming dengan ternak untuk mengembalikan kesuburan lahan.
“sistem budidaya singkong
berkelanjutan dapat dilakukan dengan menggukan varietas unggul yang mampu
beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan memiliki provitas tinggi. Penggunaan
dan produksi pupuk organik onsite, baik cair maupun padat dengan mengoptimalkan
bahan-bahan yang ada. Mengurangi kehilangan biomassa secara berlebihan, dan
penambahan bahan organik dari luar secara proposional. Serta Penggunaan double
track system untuk mengurangi kepadatan tanah pada lahan” jelas Achmad.
Tommy dari Direktorat Industri
Makanan, Hasil Laut dan Perikanan, Kementerian Perindustrian menyampaikan
tanaman singkong atau ubi kayu merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang
potensial untuk dikembangkan dalam industri tepung-tepungan karena tinggi kandungan
pati. Strategi pengembangan industri ubi, pengembangan ekosistem dan
infrastruktur budidaya ubi kayu yang terintegrasi dengan industri pengolahan
ubi kayu. Kemudian perlu adanya hilirisasi kerja sama dengan Lembaga pembiayaan
untuk investasi, insentif fiskal untuk investasi industri ubi kayu dan
turunannya serta pilot project pengembangan produk olahan ubi kayu.
Lebih lanjut Tommy menyampaikan
selanjutnya perlu ada promosi untuk mendorong peningkatan penggunaan produk
dalam negeri melalui APBN/APBD untuk produk olahan ubikayu, promosi produk
olahan ubi kayu melalui business matching, serta promosi dan penetrasi pasar
internasional melalui fasilitas partisipasi pada pemeran luar negeri. Hal
tersebut juga perlu diikuti dengan penetapan regulasi seperti perpanjangan BMTP
sirup glukosa, fruktosa yang berbahan baku dari tapioka. Penyusunan SNI untuk
modified starch (acelatin starch dan pragelatin starch).
Secara
terpisah Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menuturkan singkong merupakan
salah satu pangan lokal yang memiliki nilai ekonomi cukup besar jika kelola
dengan serius dari budidaya hingga hilirisasi serta pengembangan pasar modern.
Karena itu, penting hadirnya intervensi pemerintah bersama pelaku usaha untuk
menjadikan budidaya singkong sebagai aktivitas utama, apalagi dalam skala yang
luas dengan intervensi budidaya yang serius.
“Kita harus bisa mengubah mindset bahwa menanam
singkong bukan sebagai pekerjaan sambilan saja. Juga, usaha hilirisasi harus
kita dorong untuk mapping daerah-daerah penghasil singkongnya. Makanan lokal
kuncinya ada di hilir market driven, bagaimana membuat pasar supaya pangan
lokal jadi gaya hidup. Bangun market drivennya, pasar dibangun, baru produksi
mengikuti. Kalau pasar bagus petani akan mengikuti berproduksi,” kata Suwandi.