Sertifikasi organik bukan hanya tentang pembuktian kualitas produk pertanian, tetapi juga sebagai sebuah komitmen untuk menjaga lingkungan, mendukung kesehatan manusia dan menciptakan masa depan pertanian yang lebih berkelanjutan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Ketua Peragi DKI Jakarta, Sylviana Murni, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pelaku pertanian organik yang penting karena memiliki beragam keunggulan komparatif.
“Indonesia memiliki lahan untuk pertanian organik yang masih cukup luas. Terdapat 11,1 juta hektar lahan terlantar yang sebagian besar dapat digunakan untuk pertanian organik. Selain itu, teknologi untuk mendukung pertanian organic sudah cukup tersedia,” ungkap Sylviana, dalam BTS Propaktani dengan topik “Tantangan dalam Mendapatkan & Mematuhi Sertifikasi Organik”, Selasa (22/08/23).
Sylviana mengatakan sertifikasi organik sangatlah penting. Namun harus disertai dengan peningkatan jumlah produsen yang bersertifikasi.
“Kita memerlukan sertifikasi ini untuk menunjukkan bahwa pelaku usaha sudah menerapkan pertanian organik secara tersistem. Sertifikasi juga mewujudkan jaminan produk mutu yang bagus, ramah lingkungan dan meningkatkan efisiensi produktivitas. Ini perlu bukti tertulis yaitu lulus sertifikasi organic,” kata Sylviana.
“Pelaku usaha berhak menempelkan label organik pada kemasan, tentu dengan adanya sertifikasi organik tersebut. Sertifikasi diperlukan agar kualitas terjamin, harga lebih baik, keterlancaran produk dan sistem penjamin produk,” imbuhnya.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, menyampaikan bahwa pertanian yang ramah lingkungan dan menghasilkan produk yang sehat, salah satunya adalah dengan pertanian organik. Pertanian organik ini terus berkembang di Indonesia.
“Yang saya lihat sendiri, tanaman padi tanpa dipupuk kimia sintetis dan tanpa diberi pestisida sama sekali, ternyata bisa berproduksi secara berkelanjutan dan hasil panennya bagus untuk kesehatan. Dikatakan kelas organik apabila input pertanamannya organik dan ada sertifikat organic,” kata Suwandi.
Suwandi mengatakan bahwa pihaknya terus mendorong agar para ahli mengarahkan bagaimana cara sertifikasi organik dan menjaga mutu melalui quality control.
“Saya harap pola-pola pertanian organik bisa terus digerakkan dan bimtek secara rutin. Kita bersinergi terutama dengan PERAGI dan MAPORINA melalui metode yang efisien, salah satunya dengan bimtek webinar seperti ini. Namun sesekali perlu di laboratorium atau ada praktek langsung,” ujar Suwandi.
“Kita dorong terus pertanian organik dengan berbagai upaya karena pertanian organik itu ramah lingkungan, bisa menghemat biaya dan ada filsafat yang mengatakan ‘Jangan kau cemari lahan dan air ini dengan bahan kimia beracun karena tanah itu warisan nenek moyang kita dan kita wariskan tanah-tanah subur untuk anak cucu kita’,” jelas Suwandi.
Peneliti BRIN, Agus Kardinan, menerangkan bahwa sertifikasi dilakukan pada proses pertanaman. Bukan hasil akhirnya. “Tidak bisa operator membawa hasil panen, bawa beras, tepung dan sebagainya ke laboratorium untuk diperiksa keorganikannya. Yang disertifikasi adalah prosesnya. Nanti yang dilihat mulai dari bagaimana pertanamannya, pemeliharaan dan panennya,” terang Agus.
Agus menjelaskan sertifikasi adalah suatu proses untuk mendapatkan pengakuan tertulis bahwa produk yang dihasilkan telah diproduksi sesuai dengan Standar Pertanian Organik.
“Sertifikasi memberi jaminan kepada konsumen bahwa produk tersebut telah diproses sesuai standar organik. Sertifikasi juga melindungi konsumen dan produsen dari pemalsuan produk organik serta meningkatkan daya saing,” jelas Agus.
“Setiap produk organik yang beredar di Indonesia harus menggunakan Organik Indonesia. Logo ini diberikan oleh lembaga sertifikasi organik yang telah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional). Jadi hati-hati kalau ada yang ngaku-ngaku dari lembaga sertifikasi yang tidak diakreditasi KAN, itu tidak akan diakui,” imbuhnya.
Wakil Ketua Umum MAPORINA, Fajar Wiryono, menjelaskan bahan organik adalah bahan yang berasal dari makhluk hidup, baik dari tumbuhan maupun hewan.
“Bahan-bahan organik dapat berasal dari daun, batang, akar, bunga, buah, daging, telur, dan kotoran hewan. Sebagai contoh yang kita pakai sebagai unsur organik dalam tanah seperti cocopeat, pasir malang, pupuk kendang, kompos daun, arang bakar dan sekam,” jelas fajar.
“Penyemprotan pestisida juga organik sehingga tidak berbahaya bagi petani dan lingkungan. Penggunaan bunga-bungaan di lingkungan pertanian juga bagus untuk mengusir hama-hama yang menyerang,” ujarnya.
(youtube/propaktanitv