Success Story Memanfaatkan Pupuk Sumber Daya Dari Alam Untuk Tanaman Pangan : Jadam

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 1104 pada hari Senin (4/3) dengan mengangkat tema “Success Story Memanfaatkan Pupuk Sumber Daya Dari Alam Untuk Tanaman Pangan : Jadam”.

Romo Robertus Pelita, S.Fil. dan dua rekannya, Marelusto dan Polikarpus, merupakan petani organik di Flores yang telah menerapkan metode Jadam dengan sukses. Webinar ini mengangkat manfaat Jadam bagi ketahanan pangan dengan menghadirkan mereka sebagai narasumber.

Sejak tahun 1996, Keuskupan Ruteng di Flores telah mempraktikkan pertanian organik dengan berbagai alasan. Kepedulian terhadap krisis lingkungan dan kelestarian alam menjadi salah satu motivasi utama. Selain itu, Keuskupan ingin menawarkan solusi ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi petani yang masih bergantung pada input kimia. Keinginan untuk menjaga kesehatan masyarakat dan meningkatkan kualitas produksi pertanian juga menjadi faktor penting dalam penerapan metode ini.

Upaya untuk mengembangkan input pertanian yang mudah dan murah bagi para petani terus dilakukan. Salah satu solusi yang dicoba adalah bokasi. Namun, pembuatan bokasi masih terkendala oleh beberapa hal, seperti biaya yang tinggi karena kebutuhan akan kotoran hewan dan proses pembuatan yang rumit dan memakan waktu lama, sekitar 21 hari. Mencari alternatif yang lebih mudah dan efektif, para petani di Flores mulai beralih ke metode pertanian Jadam. Jadam (Jayonul Damun saraMdul; bhs Korea), merupakan metode pertanian yang mengikuti cara kerja alam, diciptakan oleh Yung Sangcho dari Korea Selatan. Yung Sangcho telah menerapkan metode ini selama 30 tahun dengan hasil yang memuaskan dan telah diuji secara ilmiah. Di Indonesia, metode Jadam disebarkan oleh Bapak Anam Masrur.

Metode Jadam menganut prinsip "Smile" yang berarti Sederhana, Mudah, Ilmiah, dan Efektif. Meniru cara kerja hutan yang subur tanpa pupuk kimia, metode ini memanfaatkan dedaunan, ranting, cabang, dan batang yang jatuh ke tanah sebagai sumber nutrisi tanaman. Mikroorganisme dalam tanah kemudian mengolah bahan organik tersebut menjadi nutrisi yang siap diserap tanaman.

Dua produk utama Jadam, Jadam Microorganism Solution (JMS) dan Jadam Liquid Fertilizer (JLF), berperan penting dalam metode ini. JMS menghasilkan mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman, sedangkan JLF menghasilkan nutrisi yang dibutuhkan tanaman.

Romo Robertus Pelita dan rekan-rekannya di Flores telah menerapkan Jadam dengan hasil yang positif. Mereka memanfaatkan sumber daya alam setempat untuk membuat pupuk organik. Metode Jadam terbukti meningkatkan kesuburan tanah, kualitas hasil panen, dan kesehatan masyarakat. Pertanian organik Jadam menawarkan solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Metode ini mudah diterapkan dan ramah lingkungan, sehingga menjadi pilihan tepat bagi para petani di Indonesia.

Deddy Hartady menjelaskan terkait pemulian tanah di lahan bekas tambang timah dengan penggunaan pupuk organik.

Penambangan timah di Pulau Bangka telah menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat selama bertahun-tahun. Namun, eksploitasi sumber daya alam ini tak luput dari berbagai dampak negatif yang memprihatinkan. Ketersediaan timah di daratan semakin menipis, mendorong perluasan penambangan ke laut. Hal ini memperparah kondisi di Bangka Belitung, di mana penambangan liar dan ilegal marak terjadi. Eksploitasi yang tak terkendali ini dikhawatirkan akan semakin memperparah kerusakan lingkungan.

Penambangan timah merupakan kegiatan penggunaan lahan yang bersifat sementara. Ketika tambang ditinggalkan, muncul pertanyaan tentang pemanfaatan lahan tersebut di masa depan. Pemulihan lahan dan pengelolaan air menjadi dua hal krusial yang perlu diperhatikan. Pengelolaan yang tidak tepat dapat berakibat fatal bagi lingkungan. Hilangnya lapisan tanah atas, erosi, dan timbunan material tambang menyebabkan kerusakan permanen. Lahan bekas tambang menjadi miskin unsur hara dan bertekstur kasar, sehingga sulit ditumbuhi vegetasi.

Dampak negatif penambangan timah tak hanya terbatas pada saat aktivitas berlangsung, tetapi juga berakibat jangka panjang. Keracunan logam berat, perubahan sifat fisik dan kimia tanah, dan hilangnya vegetasi merupakan beberapa contohnya.

Upaya pemulihan lahan bekas tambang membutuhkan waktu minimal 2 sampai 30 tahun. PT Timah telah menerapkan reklamasi, namun kondisinya masih jauh dari ideal.

Ancaman longsor, hilangnya vegetasi, dan bahaya bagi penambang menjadi konsekuensi lain dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Masa depan penambangan timah di Bangka Belitung perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan keseimbangan antara ekonomi dan kelestarian lingkungan. Pentingnya pendekatan berkelanjutan dengan kembali ke alam dengan menggunakan pupuk organik menjadi salah satu solusi untuk meminimalisir dampak negatif penambangan. Pendekatan berkelanjutan ini perlu diiringi dengan edukasi dan regulasi yang tegas untuk mencegah eksploitasi berlebihan.

Masa depan Bangka Belitung bergantung pada pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab. Penambangan timah perlu diiringi dengan upaya pemulihan dan reforestasi untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan kelangsungan hidup generasi mendatang. Maka, untuk meningkatkan kesuburan tanah tambang, terdapat beberapa cara yang perlu dilakukan, antara lain dengan melakukan proses pemeriksaan dan perencanaan, melakukan revegetasi tanaman, melakukan Kerjasama antara manusia dengan alam, memanfaatkan keberadaan mikroorganisme serta melakukan proses fitomediasi. Upaya pemulihan lahan bekas tambang telah dilakukan. Berikut beberapa contohnya:

1. Pemanfaatan Limbah Batu Bara dan Magot

Limbah batu bara dimanfaatkan karena kandungan karbon dan pori-porinya yang bagus untuk dikombinasikan dengan pupuk organik lain. Sementara itu, maggot diolah menjadi kasgot yang kemudian digunakan sebagai pupuk organik yang efektif dan efisien. Budidaya maggot di lahan 1 hektar sedang dipersiapkan dan diharapkan mendapat bantuan dari pihak luar.

2. Reklamasi Lahan dengan Tanaman dan Hewan

Pemerintah, PT Timah, dan pihak lain memanfaatkan lahan tambang untuk reklamasi dengan berbagai cara. Salah satu contohnya adalah reklamasi lahan Air Jangkang di tahun 2003 yang ditanami bunga matahari. Di lahan lain, PT Timah menanam berbagai tanaman dan hewan, seperti anggur dan ikan.

3. Kolaborasi dan Model Pertanian Terpadu

Pemerintah daerah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menerapkan model pertanian terpadu di Bangka Belitung. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan bekas tambang untuk berbagai kegiatan, seperti budidaya tanaman dan perikanan. Kolong bekas tambang, misalnya, dapat digunakan untuk budidaya ikan dengan memanfaatkan pakan ikan.

Dengan pengelolaan yang terkendali dan terencana, pertambangan dapat menjadi sumber ekonomi yang potensial. Reklamasi lahan dan model pertanian terpadu menjadi solusi untuk meminimalisir dampak negatif pertambangan dan memanfaatkan lahan bekas tambang secara optimal.

Upaya pemulihan lahan bekas tambang di Bangka Belitung menunjukkan komitmen untuk mencapai keseimbangan antara ekonomi dan kelestarian lingkungan. Pertanian dan perikanan terpadu menjadi model yang patut dicontoh untuk pengelolaan lahan bekas tambang yang berkelanjutan.