Sustainable Agriculture: Pemanfaatan Eco-Enzyme

Berkolaborasi dengan UIN Jakarta, Fakultas Sains dan Teknologi dan Pemuda Tani Indonesia, Kementerian Pertanian melalui Ditjen Tanaman Pangan, menyelenggarakan BTS Propaktani episode 1127 yang bertema “Sustainable Agriculture: Pemanfaatan Eco-Enzyme”. Program ini mengangkat isu pertanian berkelanjutan dan membahas tentang pemanfaatan eco enzim sampai dengan teknik pembuatan eco enzim.

Dalam acara tersebut, ucapan terima kasih diucapkan oleh Sekjend DPP Pemuda Tani Indonesia, Suroyo, atas kerjasama dari semua pihak yang telah berpartisipasi. 

“Terima kasih Dirjen Tanaman Pangan dan semua pihak yang berpartisipasi. Di sini akan banyak membahas terkait sustainable agriculture dan pemanfaatan eco enzim,” kata Suroyo.

“Dalam pertemuan kali ini, banyak sekali para petani dan para pelaku usaha yang memang kegiatan ini dirancang untuk bisa memberikan informasi-informasi yang diharapkan bisa diterapkan di lapangan,” imbuhnya.

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Jakarta, Husni Teja Sukmana, mengatakan kegiatan seperti ini harus terus diadakan untuk mewujudkan pertanian Indonesia yang berkelanjutan.

“Dengan adanya program ini, diharapkan Indonesia bisa menjadi lebih cepat menjadi lumbung pangan dunia. Tentunya tema ini cukup baik. Fakultas kita sudah ada eco enzimnya dan sudah dipatenkan. Dibutuhkan akselerasi agar produk yang sudah dipatenkan ini bisa masuk ke pasar,” ujar Husni.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, menyampaikan pembangunan pertanian Indonesia harus berkelanjutan, bukan hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek ekologi dan sosial.

“Keterkaitan aspek ekonomi, ekologi dan sosial, ketiganya akan berjalan harmoni dan koheren dengan adanya perbaikan aspek lingkungan, yang juga sekaligus memperbaiki aspek sosial dan ekonomi, begitu seterusnya, sehingga ada interaksi yang baik diantaranya. Inilah yang harus kita wujudkan,” jelas Suwandi.

Suwandi juga menghimbau untuk tidak meracuni tanah Indonesia dan menjaganya agar tetap subur, dan bersih tidak tercemar.

“Kita wariskan ke anak cucu kita lahan subur, bersih dan tidak tercemar. Maka proses yang dilakukan adalah gunakan bahan yang tidak mengandung kimia sintetis, baik pestisida, pupuk, dan lainnya. Apapun yang dihasilkan di sawah, produk samping limbah semuanya bisa diproses dan dikembalikan ke alam dengan prinsip 3R,” himbau Suwandi.

“Pola pertanian ramah lingkungan kita terapkan sehingga nanti akan berkelanjutan, tercapai efisiensi input, produk aman, pangan yang sehat dan bagus untuk kesehatan manusia. Diutamakan bahan organik baik itu pupuk organik, pupuk hayati, pestisida hayati, agensi hayati dan sejenisnya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Guru Besar Magister Agribisnis FST UIN Jakarta, Achmad Tjahja Nugraha, menyampaikan berdasarkan literasi, pertanian saat ini cenderung menggunakan model pendekatan ekonomi linear.

“Pendekatan linear itu adalah menghasilkan produk dengan cara mengeksploitasi dengan tujuan menambah hasil produksi. Secara nyata produksi meningkat, tetapi masalah yang muncul semakin banyak. Contohnya dari limbah hingga gas rumah kaca. Ini tentu bukan masalah kecil dan apabila dibiarkan akan menjadi bom waktu. Oleh karena itu kita harus mengubah sudut pandang terhadap cara kita memandang terhadap pengembangan pertanian,” terang Achmad.

Achmad menyebut pendekatan yang baik dilakukan adalah pendekatan pertumbuhan pertanian dengan model ekonomi sirkuler.

“Dengan model ekonomi sirkuler ini akan mendorong keberlanjutan dan dapat membantu sektor pertanian dan menghasilkan keuntungan yang betul-betul sesuai harapan publik, memperkuat rantai pasokan dan meningkatkan efisiensi input pertanian,” jelasnya.

Ia memaparkan model ekonomi sirkuler ini memiliki 3 tujuan, yaitu bisa mengurangi limbah, melindungi lingkungan, dan menggunakan kembali material yang sudah ada dan tersisa sehingga dapat menjadi sesautu yang bernilai.

“Sektor pertanian yang memliki sirkuler tersebut sangat mengurangi limbah pertanian yang dihasilkan karena akan menghasilkan kembali produk baru, produk sampingan untuk menghasilkan nilai tambah tanpa kita sadari,” kata Achmad.

Sementara itu, Guru Besar Biologi FST UIN Jakarta, Lily S.E.P, memaparkan eco enzim mengandung enzim sebagai hasil fermentasi buah dan sayur serta kandungan lain, yaitu asam laktat, etanol dan microbial dorman.

“Tujuan utama pembuatan eco enzim pada awalnya adalah untuk mengelola limbah organik dengan cara yang ramah lingkungan dan untuk perbaikan kualitas lingkungan,” papar Lily.

“Manfaat eco enzim ini ada beberapa, diantaranya biodesinfektan, cleaner, mencuci solokan dan parit, memperbaiki kualitas air, sebagai pupuk cair, bisa juga sanitasi kandang dan pakan ikan,” sambungnya. 

Lily menyebutkan rumus pembuatan enzim ini adalah 1 liter molase, 3 Kg limbah sayur atau buah dan 10 L air.

Guru Besar Agribisnis FST UIN Jakarta, Siti Rochaeni, menyampaikan eco enzim ini banyak mengandung enzim yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, eco enzim ini bisa digunakan sebagai pupuk organik dalam sektor pertanian.

“Merendam buah dan sayuran selama 45 menit di dalam larutan eco enzim yang sudah dicairkan dapat membantu menghilangkan pestisida, herbisida, dan insektisida yang menempel pada buah dan sayuran. Semprotan larutan eco enzim juga dapat digunakan untuk penanganan pasca panen sebagai pengawet buah-buahan” ujar Siti.

“Eco enzim terbukti layak dan ekonomis untuk mendisinfektan dan membersihkan permukaan dari aktivitas mikroba seperti untuk obat kumur, hand sanitizer, detoks tubuh, kompres bisul dan luka, dan sebagainya. Kemudian untuk keperluan rumah tangga juga seperti mempersihkan kompor, mencuci piring, membersihkan kloset, membersihkan hewan peliharaan,” imbuhnya.